Selasa, 22 Mei 2012

Korosi


KOROSI
1.       Pengertian Korosi
            Korosi atau perkaratan berasal dari bahasa latin ”Corrodere” yang berarti perusakan logam. Adapun definisi korosi sebagai berikut.
-          Korosi adalah proses degradasi atau deteorisasi perusakan material yang terjadi disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya.
-          Korosi adalah perusakan material tanpa perusakan mekanis.
-          Korosi adalah proses elektrokimia dalam mencapai kesetimbangan thermodinamika suatu sistem. Jadi korosi adalah merupakan sistem termodinamika logam dengan lingkungan (air, udara, tanah), yang berusaha mencapai kesetimbangan . sistem ini dikategorikan setimbang bila logam telah membentuk oksidasi atau senyawa kimia lain yang lebih stabil (berenergi lebih rendah).
-          Korosi adalah reaksi antara logam dengan lingkungannya.
Korosi adalah suatu penyakit dalam dunia teknik, walaupun secara langsung bukan merupakan produk teknik. Adanya studi tentang korosi adalah usaha untuk mencegah dan mengendalikan kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan dapat melampaui nilai ekonomisnya, atau umur tahannya material lebih lama untuk bisa dimanfaatkan. Caranya dengan usaha prefentif atau pencegahan dini untuk menghambat korosi. Dan hal ini lebih baik dari pada harus mengeluarkan biaya perbaikan yang tidak sedikit akibat serangan korosi.
Secara kimiawi korosi adalah reaksi pelarutan (dissolution) logam menjadi ion pada permukaan logam yang berinteraksi dengan lingkungan yang dapat bersifat asam atau basa melalui reaksi elektrokimia. Logam tersebut memiliki ion negatif dan ion positif, yang apabila berhubungan dengan udara maka akan membentuk senyawa baru. Hal ini dikarenakan  udara mengandung bermacam-macam unsur salah satunya hidrogen sebagai oksidator, karenanya korosi ini juga dapat disebut atmospheric corrosion (Graedel dan Leygraf, 2001).

2.      Jenis-jenis Korosi
Adapun beberapa jenis korosi yang umum terjadi pada logam sebagai berikut.
1.      Korosi Galvanis (Bemetal Corrosion)
Disebut juga korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi apabila dua macam metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama. Elektron akan mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju ke metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di dalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda kehilangan metal sehingga terbentuk sumur-sumur karat atau jika merata akan terbentuk karat permukaan.
2.      Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Adalah korosi yang terjadi karena komposisi logam yang tidak homogen dan ini menyebabkan korosi yang dalam pada berbagai tempat. Dapat juga adanya kontak antara logam yang berlainan dan logam yang kurang mulia, maka pada daerah batas akan timbul korosi berbentuk sumuran.
3.      Korosi Erosi (Errosion Corrosion)
Logam yang sebelumnya telah terkena erosi akibat terjadinya keausan dan menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan kasar. Bagian-bagian inilah yang mudah terserang korosi dan apabila terdapat gesekan maka akan menimbulkan abrasi yang lebih berat.
4.      Korosi Regangan (Stress Corrosion)
Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau kompresi (compressive) berpengaruh sangat kecil pada proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan tarik (tensile stress) dan lingkungan yang korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan yang disebut retak karat regangan.
5.      Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain atau non logam dan diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air sebagai sumber terjadinya korosi. Konsentrasi oksigen pada mulut lebih kaya dibandingkan pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan bagian mulut menjadi katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam menuju mulut logam yang menimbulkan korosi.
Atau juga perbedaan konsenrasi zat asam. Dimana celah sempit yang terisi elektrolit (pH rendah) akan terbentuk sel korosi, dengan katodanya permukaan sebelah luar celah yang basah dengan air yang lebih banyak mengandung zat asam dari pada daerah dalam yang besifat anodik. Maka dari sinilah terjadinya korosi dengan adanya katoda dan anoda.

6.      Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion)
Terjadi karena tingginya kecepatan cairan menciptakan daerah-daerah bertekanan tinggi dan rendah secara berulang-ulang pada permukaan peralatan dimana cairan tersebut mengalir. Maka terjadilah gelembung-gelembung uap air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah kembali menjadi cairan akan menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar untuk memecahkan film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian permukaan yang tidak terlindungi terserang korosi. Karena bagian tersebut menjadi anodik terhadap bagian yang terlindungi.
Karena terjadinya korosi pada bagian tersebut, maka akan kehilangan massa dan menjadi takik. Takik-takik tersebut akan bertambah dalam karena permukaan di dalam takik tidak sempat membentuk film pelindung karena kecepatan cairan yang tinggi dan proses kavitasi akan berlangsung secara berulang-ulang.
7.      Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Bila logam mendapat beban siklus yang berulang-ulang, tetapi masih dibawah batas kekuatan luluhnya. Maka setelah sekian lama akan patah karena terjadinya kelelahan logam. Kelelahan dapat dipercepat dengan adanya serangan korosi. Kombinasi antara kelelahan dan korosi yang mengakibatkan kegagalan disebut korosi lelah. Korosi lelah terjadi di daerah yang menderita beban, lasan dan lainnya.
8.      Korosi Antar Kristal
Terjadinya korosi hanya pada batas kristal, akibat dari serangan elektrolit. Karena tegangan pada kristal adalah paling tinggi. Dan terjadinya karbida pada batas butir yang dapat mengakibatkan korosi ini.
9.      Penggetasan Hidrogen
a.      Hydrogen Embrittlement
Penggetasan hidrogen adalah suatu proses hilangnya duktilasi baja dengan terserapnya hidrogen ke dalam struktur material baja. Kekuatan tarik tidak terpengaruh secara nyata. Duktilasi ini dapat dikembalikan melalui perlakuan panas. Kerusakan hidrogen menggambarkan pelemahan baja secara permanen karena berkembangnya retak-retak mikro (microfissures). Retak yang disebabkan oleh kerusakan hidrogen biasanya terjadi di sepanjang batas butir, karenanya berbeda dengan retak dingin akibat kemasukan hidrogen yang biasanya bersifat transgranular. Di dalam material baja, atom-atom hidrogen ini bergabung menjadi molekul (H­2­­) dan menyebabkan terjadinya regangan lokal yang hebat. Jika baja cukup duktil maka kemungkinan dapat bertahan terhadap regangan lokal ini. Namun jika baja getas dan keras, maka akan terjadi retak-retak halus, yang kemudian menjadi besar dan mengakibatkan kegagalan material.
b.      Hydrogen Damage
Kerusakan hidrogen di dalam material baja terjadi akibat atom-atom hidrogen ini bergabung menjadi molekul (H­2­­) dan menyebabkan terjadinya regangan lokal. Jika kemudian gas H2 terperangkap di dalam cacat material seperti inklusi dan laminasi, maka gas hidrogen lama-kelamaan berkumpul dan menaikkan tekanan di lokasi tersebut. Karena besarnya tekanan menyebabkan gelembung atau blister. Hal ini tidak terjadi pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan pada daerah yang dekat dengan permukaan.



3 Faktor Penyebab Terjadinya Korosi
Faktro penyebab terjadinya korosi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu sifat dari material, faktor lingkungan dan adanya reaksi
3.1 Sifat material
1.      Pengaruh susunan kimia material
Semua logam termasuk baja tahan karat, alumunium, dan sebagainya cenderung akan akan mengalami pengkaratan oleh media korosif.
2.      Pengaruh struktur kristal
Kurangnya homogenitas struktur dapat emnimbulkan efek-efek galvanis mikro pada material yang menyebabkan pengkaratan. Perbedaan potensial akan mneyebabkan terjadinya aliran elektron bila baja dimasukkan kedalam larutan elektrolit. Pada material yang mengalami deformasi akan lebih mudah terjadi korosi, karena butiran dalam material mengalami perubahan bentuk dan susunanya.
3.      Pengaruh beda potensialbila dua logam mempunyai beda potensial tidak sama digabungkan dan dimasukkan dalam larutan elektrolit maka akan terjadi pengkaratan.
4.      Pengaruh bentuk permukaan material
Permukaan logamm yang mempunyai bentuk sendiri akan menyebabkan terjadinya korosi. Adanya kotoran pada permukaan material akan menyebabkan korosi karena terperangkapnya oksigenn dalam material.
3.2 Lingkungan Korosi
Adapun beberapa pengaruh lingkungan korosi secara umum sebagai berikut.
1 Lingkungan Air
Air atau uap air dalam jumlah sedikit atau banyak akan mempengaruhi tingkat korosi pada logam. Reaksinya bukan hanya antara logam dengan oksigen saja, tetapi juga dengan uap air yang menjadi reaksi elektrokimia. Karena air berfungsi sebagai:
-          Pereaksi. Misalnya pada besi akan berwarna cokelat karena terjadinya besi hidroksida.
-          Pelarut. Produk-produk korosi akan larut dalam air seperti besi klorida atau besi sulfat.
-          Katalisator. Besi akan cepat bereaksi dengan O2 dari udara sekitar bila ada uap air.
-          Elektrolit lemah. Sebagai penghantar arus yang lemah atau kecil.
Mekanisme reaksi uap air di udara dengan logam sebagai berikut (Sumber: Supardi, 1997:72).
4H2O                                         4H+ + 4OH-
4H+ + O2                                          2H2O
Fe                                              Fe2+ + 2e
2Fe + 4H+                                  2Fe2+ + 4H+
2Fe2+ + 4OH2-                            2Fe(OH)2
















2Fe(OH)2 + H2 + 1/2 O2                2Fe(OH)3
4Fe + 6H2O + 3O2 ­                        4Fe(OH)3


Proses reaksi uap air terjadi seperti pada gambar 1 di bawah ini
 





                                                                                                





                                                                                                                  

Gambar 1. Sel Karat Logam di dalam Titik Embun
Korosi pada lingkungan air bergantung pada pH,  kadar oksigen dan temperatur. Misalnya pada baja tahan karat pada suhu 300-500oC bisa bertahan dari karat. Namun pada suhu yang lebih tinggi 600-650oC baja tahan karat akan terserang korosi dengan cepat. Demikian juga dengan penambahan kadar O2 dalam air maka akan mempercepat laju korosi pada logam. Pengaruh kondisi lingkungan yang berubah-ubah sangat mempengaruhi laju korosi. Seperti faktor-faktor berikut.
2.pH
Menurut penelitian Whitman dan Russel ternyata pH dari suatu elektrolit sangat mempengaruhi pada proses terjadinya korosi pada besi. Pengaturan pH dilakukan dengan pembubuhan KOH pada air yang pH 6-14 dan pembubuhan  asam  pada 7-0. Seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2.

3.      Kadar Oksigen
Oksigen hampir ada dimana-mana, karena potensial redoks sangat tinggi maka oksigen dalam proses korosi akan terlebih dahulu akan direduksi oleh H+.
Potensial redoks reaksi: O2 + H2O + 4e            4OH- , E=1,23 V.
Kelarutan O2 dalam larutan harus dikurangi oleh garam yang terlarut dalam larutan dan kelarutannya bergantung pada logam yang tercelup dan luasan permukaan logam tercelup serta temperaturnya. Lihat gambar 3 di bawah ini.










Gambar 3. Kelarutan O2
Adapun macam-macam air seperti air suling merupakan air yang paling bersih dan bebas dari kation dan anion serta terisolir dari udara dan bebas mikroba. Adapun air hujan atau salju merupakan proses sulingan alam, namun demikian air ini masih mengandung CO2 dari udara yang dapat membentuk senyawa H2CO3 dan akan bersifat asam menyebabkan korosif pada baja. Untuk air permukaan komposisi zat terlarut bergantung pada tanah yang ditempati atau tergenang. Tetapi pada umumnya zat yang terlarut lebih rendah dari pada air laut. Biasanya air permukaan mengandung Ca2+, Mg2+, NH4+, Cl-, dan SO-4 yang agresifitasnya lebih rendah daripada air laut.
Korosi oleh air bersih pada logam yang tidak mulia akan terbentuk reaksi sebagai berikut: L + 2H2O                                                       L(OH)2 + H2
Sedangkan untuk air bersih dan adanya O2, akan ada proses oksidasi dari udara sekitarnya. Hal ini biasanya terjadi pada air dekat permukaan.
Reaksinya: 2L + 3H2O + 3/2O2                     2L(OH)3
3.1  Lingkungan Udara
Temperatur, kelembaban relatif, partikel-partikel abrasif dan ion-ion agresif yang terkandung dalam udara sekitar, sangat mempengaruhi laju korosi. Dalam udara yang murni, baja tahan karat akan sangat tahan terhadap korosi. Namun apabila udara mulai tercemari maka serangan korosi dapat mudah terjadi. Salah satu polusi udara yang menimbulkan karosi adalah NOX dari pabrik asam nitrat, SO2 dari hasil pembakaran bahan bakar fosil, Cl2 dari pabrik soda dan NaCl dari air laut.



3.3    Lingkungan Asam, Basa dan Garam
Pada lingkungan air laut, dengan konsentrasi garam NaCl atau jenis garam-garam yang lain seperti KCl akan menyebabkan laju korosi logam cepat. Sama halnya dengan kecepatan alir dari air laut yang sebanding dengan peningkatan laju korosi, akibat adanya gesekan, tegangan dan temperatur yang mendukung terjadinya korosi.
Pada larutan basa seperti NaOH (caustic soda), baja karbon akan tahan terhadap serangan korosi pada media ini dengan suhu larutan 75 oF (24 oC) dan konsentrasi 45% berat. Pada larutan asam seperti asam kromat (CrO3), dengan konsentrasi asam kromat 10% pada suhu 60oC, tidak akan menyerang baja tahan karat. Dan tingkat korosi akan naik sebanding dengan temperatur dan konsentrasi yang juga meningkat.
Sedangkan pada larutan asam seperti H2SO4, proses terjadinya perkaratan pada permukaan baja yang terbuka keseluruhannya terhadap hujan lebih baik dari pada sebagian saja terkena hujan atau sebagian terlindungi. Mekanismenya sebagai berikut.
Fe­H2SO1/2O2                      FeSO4 1/4O2 + 1/2 H2SO1/2Fe2(SO4)
1/2Fe2(SO4) 1/2H2O                     1/2Fe2O3 + 3/2 H2SO4 
(Sumber: Widharto,1999:5)
Senyawa kromat mampu sebagai pemasif yang efektif terhadap laju korosi pada logam. Dalam kenyataannya dapat tereduksi menjadi Cr2O3 yang membentuk serpih  yang berwarna hijau kecoklatan. Cr2O3 banyak digunakan sebagai abrasi pada pemolesan karena Cr2O3 keras, tajam sehingga mampu mengikis atau mengasah logam menjadi mengkilap.
Penggunaan larutan garam natrium kromat atau sodium kromat (Na2CrO4) dengan kadar tertentu mampu menghambat laju korosi. karena natrium kromat sebagai inhibitor kimia, yaitu suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Secara khusus, inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang bila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan tertentu, dapat menurunkan laju penyerangan lingkungan itu terhadap suatu logam.
Selain itu, fungsi dari inhibitor adalah mampu memperpanjang umur pakai logam, melindungi dan memperindah permukaan logam, lebih mengkilap dan terang dengan warna tertentu yang dihasilkan sesuai inhibitornya.
Penggunaannya sebagai berikut:
-              Na2CrO4 dengan konsentrasi 50 ppm digunakan pada pipa baja.
-              2,3 gr/l Na2CrO4 untuk sambungan galvanik Cu-Zn-Fe.
-              2,4 gr/l Na2CrO4 untuk sambungan galvanik Fe-Al.
-              0,1% Na2CrO4 digunakan untuk penghambat laju korosi logam Fe, Cu, Zn dalam sistem air pendingin (water cooling) dan pada larutan garam (Brines).
-              0,1% - 1% Na2CrO4 digunakan untuk penghambat laju korosi (inhibisi) logam Fe, Pb, Cu, Zn dalam sistem mesin pendingin (engine coolants).

Terdapat berbagai macam media korosi dan faktor-faktor yang mempengaruhi laju korosi, seperti yang terlihat pada gambar 4 di bawah ini (Sumber: Widharto S, 1999:2).











Gambar 4. Berbagai Media Korosi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya




4. Perhitungan Laju Korosi
            Logam baja karbon dicelupkan pada lingkungan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Volume lingkungan yang digunakan mengikuti rasio minimum volume larutan terhadap luas permukaan benda uji adalah 20 ml/cm2, sesuai dengan ASTM G31-72 (Reapproved 1990) “Standard Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metals”.
Untuk perhitungan laju korosi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Laju korosi     =      (mpy)
Dimana :
mpy = laju korosi, (mils/year)
W = berat yang hilang, (gr)
A = luas, (cm2)
T = waktu, (jam)
D = density, (gr/cm3)
(Sumber: Annual Book Of ASTM Standart)


Efisiensi Inhibitor dihitung berdasarkan rumus empiris di bawah ini:
                                                    


            Dimana:
                      E  = Efisiensi Inhibitor (%)
                      R0 = Laju korosi tanpa adanya inhibitor (mpy)
                      Ri = Laju korosi dengan adanya inhibitor (mpy)
5. Inhibitor
            Inhibitor adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan atau dimasukkan dalam jumlah sedikit ke dalam suatu zat koroden (lingkungan yang korosif), dapat  secara efektif memperlambat atau mengurangi laju korosi. Selain itu, fungsinya mampu memperpanjang umur pakai logam, melindungi dan memperindah permukaan logam, lebih mengkilap dan terang dengan warna tertentu yang dihasilkan sesuai inhibitornya.
Terdapat beberapa jenis inhibitor sebagai berikut.
1.      Passivating Inhibitor
Inhibitor pemasif adalah yang paling efektif dari seluruh inhibitor yang ada. Karena dapat melumpuhkan korosi hampir secara menyeluruh. Namun jenis inhibitor ini sangat berbahaya karena pada kondisi tertentu justru akan mempercepat laju korosi. Terdapat dua jenis inhibitor pemasif, yaitu anion yang mengoksidasi seperti kromat, nitrat, nitrit yang dapat memasifkan baja jika tidak terdapat oksigen dan yang kedua adalah ion yang tidak mengoksidasi seperti tungsten, fosfat dan molibdat yang memerlukan keberadaan oksigen untuk memasifkan baja.
2.      Cathodic Inhibitor
Perlambatan laju korosi dengan mempolarisasi reaksi katodik. Terdapat tiga kategori utama tentang inhibitor yang mempengaruhi reaksi katodik adalah racun katoda, endapan katoda dan pemulung.
a)      Racun katoda
Adalah suatu zat yang mengganggu reaksi, misalnya pembentukan atau hidrogen menjadi gas hidrogen pada permukaan metal yang terkorosi. Laju reaksi katoda diperlambat dan karena reaksi katodik dan anodik harus berlanjut pada laju yang sama, seluruh proses korosi menjadi lambat pula. Beberapa racun katoda seperti sulfida dan selenida teradsorpsi pada permukaan metal. Senyawa lain seperti arsenik, bismut, antimon teredusir pada katoda untuk mengendap menjadi lapisan dari metal-metal tersebut. Arsenat dipergunakan untuk melemahkan atau melambatkan laju korosi pada asam kuat.
Terdapat suatu hal yang merugikan penggunaan racun katoda adalah zat tersebut menyebabkan blister atau gelembung pada baja dan meningkatkan kepekaan baja terhadap kerapuhan hidrogen. Karena proses pengkombinasian kembali atom-atom hidrogen diperlambat, konsentrasi permukaan meningkat dan karenanya sejumlah besar hidrogen yang dihasilkan pada proses korosi diabsorp oleh baja. Untuk menaikkan tingkat penetrasi hidrogen ke dalam baja hanya diperlukan sejumlah kecil sulfida atau arsenik, sebagai faktor penentu seringnya terjadi kasus kerusakan dan kegetasan hidrogen akibat pengaruh racun tersebut.
b)      Endapan katoda
Inhibitor tipe endapan katoda yang paling banyak dipakai adalah senyawa karbonat dengan kalsium dan magnesium. Hal ini disebabkan proses persenyawaan ini terjadi dalam air alami dan inhibitasi dengan senyawa ini biasanya hanya diperlukan pengaturan pH saja. Pada tingkat pH yang tepat, endapan berupa lapisan halus dan relatif keras yang mirip dengan kulit telur. Dengan terbentuknya lapisan tersebut, pH air harus dijaga pada posisi setimbang. Sebab jika kondisinya menjadi asam (acidid), endapan yang keras tadi akan mencair kembali. Keadaan di mana pH menciptakan lapisan keras disebut Langelier index.
c)      Pemulung  oksigen (oxygen scavenger)
Korosi pada baja dalam air dengan pH di atas 6 biasanya disebabkan oleh adanya zat asam yang larut dalam air tersebut yang mendepolarisasi reaksi katoda. Air netral mengandung sedikit garam yang berequilibrium dengan udara pada 21oC akan mengandung sekitar 8 ppm zat asam yang larut dalam air. Konsentrasi zat asam ini akan menurun dengan naiknya konsentrasi garam dan naiknya suhu. Sedangkan untuk kenaikan laju korosi yang serius pada sistem yang dinamis hanya diperlukan penambahan 0,1 ppm zat asam larut.
Dalam suatu sistem yang statis diperlukan penambahan oksigen yang lebih banyak untuk menaikkan laju korosi yang cukup besar. Karena reaksi korosi akan menghabiskan pasokan oksigen di sekitar metal. Zat pemulung atau pemungut zat asam dimasukkan ke dalam air, baik sendiri maupun bersamaan dengan zat penghambat korosi untuk menekan laju korosi logam. Zat penghambat karat organik mampu menghambat laju korosi pada air asin yang mengandung oksigen, namun tidak selalu mencegah terjadinya pitting.
Zat pemulung oksigen yang umum dipakai di dalam air pada suhu ambient (lingkungan) adalah sodium sulfit dan sulfur dioksida.
3.      Organic inhibitor
Senyawa organik banyak yang bersifat menghambat laju korosi yang tidak dapat digolongkan sebagai bersifat anodik atau katodik. Secara umum dapat dikatakan bahwa zat ini mempengaruhi seluruh permukaan metal yang sedang terkorosi apabila diberikan dalam konsentrasi secukupnya. Kemungkinan kedua daerah katodik dan anodik dihambat, namun dalam tingkat yang berbeda bergantung pada potensial metal, susunan kimiawi dari molekul zat inhibitor dan ukuran molekulnya.
Kenaikan tingkat perlambatan pada proses korosi selaras dengan kenaikan konsentrasi inhibitor. Hal ini memberikan gambaran bahwa proses perlambatan laju korosi (inhibition) pada hakikatnya adalah hasil absorpsi zat tersebut pada permukaan metal. Lapisan film yang terbentuk oleh proses absorpsi dari zat inhibitor organik yang larut hanya beberapa molekul saja tebalnya sehingga tidak tampak oleh pandangan mata. Inhibitor kationik seperti amine atau inhibitor anionik seperti sulfonat diserap ke dalam larutan secara cepat atau lambat bergantung muatan metal apakah negatif atau positif. Potensial antara dimana tidak diperlukan baik molekul kationik ataupun anionik disebut titik nol atau ZPC (zero point of charge).
Pada amine organik akan lebih efisien sebagai unsur penghambat korosi, apabila terdapat ion halogen. Ion halogen sendiri bersifat menghambat korosi hingga tingkat tertentu pada larutan asam. Ion-ion lain seperti iodida, bronida, klorida, dan ion fluorida yang menghambat laju korosi pada pada baja di dalam asam belerang (sulfuric acid).
4.      Precipitate inducing inhibitor
Inhibitor penyebab pengendapan adalah sejenis senyawa pembentuk film yang menutupi keseluruh permukaan metal sehingga secara tidak langsung mengganggu daerah katoda dan anoda sekaligus. Jenis yang paling utama adalah silikat dan fosfat. Dalam air yang hampir netral yang mengandung sedikit konsentrasi silikat, fosfat dan klorida menyebabkan pasifasi pada baja akibat terdapat kandungan oksigen pada air tersebut. Sehingga unsur-unsur tersebut bersifat inhibitor anodik. Apabila jumlah fosfat atau silikat yang ditambahkan dalam air yang asin sedikit, maka akan timbul korosi sumuran.
Namun demikian baik silikat atau fosfat akan membentuk lapisan endapan dipermukaan baja yang meningkatkan polarisasi katodik, sehingga sifat tersebut dikatakan mixed (kombinasi pengaruh anodik dan katodik). Zat silikat sering digunakan di dalam air dengan salinitas rendah yang mengandung oksigen larut. Zat ini mampu menghambat korosi pada permukaan baja yang telah terkorosi atau berkerak. Sedangkan jumlah silikat untuk melindungi, bergantung pada tingkat salinitas air.
5.      Vapor phase inhibitor
Inhibitor bentuk uap adalah senyawa yang dialirkan dalam sistem tertutup ke bagian yang terkorosi dengan penguapan dari asalnya. Di dalam ketel uap, dasar senyawa yang mudah menguap (volatil) seperti morpholine atau ethyline diamine dicampur dengan uap air untuk mencegah korosi di dalam tube kondenser dengan menetralisir karbon dioksida yang bersifat asam. Senyawa ini menghambat korosi dengan menciptakan suasana alkalin. Zat padat volatil seperti garam nitrit, karbonat, benzoat dari dicyclohexylamine, cyclohexylamine dan hexylamethylene-amine yang dipergunakan sebagai penghambat laju korosi. Proses terjadinya adalah sewaktu menyinggung permukaan metal, uap inhibitor mengembun (kondensasi) dan dihidrolisa oleh kelembaban yang ada untuk membebaskan ion-ion nitrit, benzoat atau bikarbonat. Karena keberadaan oksigen, ion-ion ini mampu membuat pasif baja sebagaimana pada kondisi normal dalam air.



6.      Beberapa Masalah dalam Penggunaan Inhibitor
Adapun masalah-masalah yang akan timbul dalam penggunanan inhibitor sebagai penghambat laju korosi sebagai berikut.
1.      Pembuihan (foaming)
Sifat zat inhibitor sebagai sabun (deterjen). Akibat pengaruhnya (organic inhibitor) terhadap permukaan karena fungsinya diserap oleh permukaan tersebut. Foaming terjadi pada peralatan yang mengandung gas dan gerakan agitasi. Untuk mencegah hal tersebut perlu diinjeksikan zat anti foaming atau menggunakan inhibitor secara tepat.
2.      Terjadi Emulsi
Terjadinya emulsi karena terdapatnya fase-fase gas dan cairan yang bercampur atau dua jenis cairan yang bercampur disertai gerakan agitasi. Dalam hal ini inhibitor berlaku sebagai stabilisator emulsi. Untuk mengatasi masalah tersebut ditambahkan zat demulsifier.
3.      Penyumbatan (plugging)
Ada jenis inhibitor tertentu dapat mengakibatkan terkelupasnya lapisan oksida atau kerak yang sudah ada pada permukaaa baja, sehingga kerak tersebut ikut aliran  dan menyumbat pada opening-opening kecil seperti filter, tubing dan lain-lain. Untuk mengatasinya peralatan dibersihkan dahulu permukaannya dari kerak-kerak sebelum diberi inhibitor. Atau melindungi sistem dengan filter untuk menyaring kerak yang terlepas.
4.      Terciptanya masalah korosi baru
Pemberian inhibitor diharapkan mampu menghambat laju korosi suatu metal yang dilindungi. Namun dalam waktu yang bersamaan inhibitor justru mempercepat laju korosi. Misalnya beberapa amine melindungi baja dengan baik, namun akan semakin menyerang metal baja dan kuningan. Untuk itu perlu diperhatikan susunan kimia material dan sifat-sifat inhibitor yang akan dilindungi metal dari korosi.
5.      Masalah Heat Transfer
Adanya endapan fosfat, silikat atau sulfat sebagai zat inhibitor secara berlebihan pada permukaan alat penukar kalori, dapat menimbulkan masalah karena mengurangi pertukaran panas sehingga mengurangi efisiensi alat tersebut. Maka dari itu perlunya pemberian zat tidak berlebihan atau dipertahankan dalam batas minimum.
6.      Pengaruh beracun
Pengaruh beracun harus dipikirkan dari zat inhibitor terhadap panca indra. Maka dalam pemilihan harus sangat hati-hati dan teliti. Serta perlakuan atau pemrosesan yang benar akan mengurangi resiko ini.
7.      Kehilangan inhibitor
Pada proses inhibition tidak akan efektif bila terjadi kehilangan zat sebelum sempat berhubungan dengan permukaan metal atau sebelum terciptanya perubahan yang dikehendaki. Suatu inhibitor akan menghilang karena pengendapan (presipitation), proses absorpsi dan reaksi dengan komponen sistem yang dilindungi atau karena mudah larut atau terlalu lambat pelarutannya. Misalnya proses pengendapan fosfat oleh ion kalsium, reaksi antara kromat dan sulfida, proses adsorpsi zat inhibitor pada butir padat yang mengembang (suspended solid) dan penginjeksian zat inhibitor yang sulit larut tanpa bahan pelarut (dispersing agent).

7.  Pengendalian Korosi
            Korosi tidak mungkin sepenuhnya dapat dicegah karena memang merupakan proses alamiah bahwa semuanya akan kembali ke sifat asalnya. Asalnya dari tanah maka akan kembali ke tanah. Hal ini adalah siklus alam yang akan terus terjadi selama kesetimbangan alam belum tercapai. Namun demikian pengendalian dan pencegahan korosi harus tetap dilakukan secara maksimal, karena dilihat dari segi ekonomi dan dari segi keamanan merupakan hal yang tidak boleh ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja.
Pengendalian korosi harus dimulai dari suatu perencanaan, pengumpulan data lingkungan, proses, peralatan dan bahan yang dipakai serta pemeliharaan yang akan diterapkan. Adapun metode-metode yang dilakukan dalam pengendalian korosi sebagai berikut:
1.  Pengubahan lingkungan
2.  Pemilihan bahan
3.  Modifikasi rancangan
4.  Teknik pelapisan
5.  Proteksi anodik dan katodik

·         Korosi Lingkungan Industri
            Korosi dilingkungan industri yang menggunakan bahan kimia seperti pada pembuatan H2SO4, HNO, HCl dan sebagainya maka akan sangat korosif sekali. Yang akan terjadi di sini dapat saja sejak mesin dan fasilitas lainya  sehingga seringkali menimbulkan hal yang fatal. Oleh karena itu pengendalian korosi di daerah ini adalah paling pelik
             Tujuan pengendalian korosi  dilingkungan Industri:
1.      Untuk menjaga, stabilitas, kelancaran dan mencapainya tugas dari Industri itu sendiri
2.      Bahwa dengan pengendalian maka nilai ekonomis dari seluruh Industri akan tidak menyusut secara dramatis.
Ø  HF bila tercampur air dan O2 juga sangat korosif
Ø  SO2 di atas kelembaban relatif (±70%), akan membentuk SO3  dan H2SO4 sangat koroasif pada logam.
Ø  NH3 dalam lembab sangat merusak pada paduan tembaga, macam macam yang biasa adalah lingkungan Industri  Cl2, Br2, dan J2 ternyata dalam udara lembab akan sangat korosif.
Pengendalian korosi dilingkungan Industri.
1)      Dipilih/ Dicari bahan logam untuk kontruksi yang paling ekonomis tapi teknis   masih dapat dipertanggungjawabkAN.
2)      Dapat pula memilih bahan non logam seperti plastik keramik beton dan sebagainya. Dengan tidak boleh melupakan kondisi kerjA.
3)      Memberi logam lindung yang tepat atau lapis lindung lainya.
Didalam air terdapat beberapa unsur seperti oksigen terlarut,sodium klorida,kalsium sulfat,kalsium karbonat,dan unsur kimia lainnya.sebagian unsur-unsur yang terdapat didalam air merupakan ion – ion agresif, sehingga kemungkinan besar akan terjadi suatu reaksi. Jika reaksi ini terjadi pada logam, maka reaksi dinamakan korosi.