Khodimul Istiqlal, yah itulah namanya. Salah satu alumni Teknik Elektro Univ.Jember 09 ini adalah sahabat dan ustadz pribadiku. Gimana nggak, lebih dari separuh perjalanan hidupku selama kuliah, dialah yg sering ada didekatku, ga pagi, ga siang, ga malem, selalu ada dia. Yah, itu semua karena kita serumah :-). Tapi, yg paling aku sesali adalah ketika aku meninggalkan rumah, dia sedang ga ada. Ketika wisuda pun aku ga bertemu dengannya, hingga aku bener" meninggalkan Jember untuk pergi ke Karawang, aku ga bisa bertemu dengannya. I miss you Khodimul, berharap kita bisa bertemu di lain waktu, di lain kesempatan, dan kita harus memenuhi nazar kita untuk ke puncak tertinggi di Pulau Jawa, Mahameru. :-)
Mechanical Eng.
Minggu, 29 Maret 2015
Bromo
Bromo. Menyajikan pemandangan yg luar biasa indah di mata kami. Melihat sang matahari bangun dari tidurnya, memancarkan sinar hangatnya ke Bumi, i think that is wonderful. Tak banyak kata, aku merindukan Bromo, saat" seperti ini, ketika aku jauh dari Jawa. See you next time Bromo
Sabtu, 02 Februari 2013
HVOF

HVOF
THERMAL SPRAY
Oleh
Ach. Nurfanani
NIM 091910101074
PROGRAM
STUDI STRATA - 1 TEKNIK
JURUSAN
TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2013
PRAKATA
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, karunia
serta hidayah-Nya, sehingga tugas makalah teknik pelapisan ini dapat diselesaikan dengan baik.
Dengan tersusunnya makalah ini maka tak
lupa penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala arahan
dan bimbingan yang telah diberikan kepada:
1. Bapak
F.X. Kristianta S.T. ,M.Eng. selaku dosen mata kuliah Teknik Pelapisan
2. serta
teman-teman seperjuangan di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas
Jember dan semua pihak yang telah membantu.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini masih jauh dari apa yang diharapkan dan mungkin terdapat banyak
kekurangan-kekurangan maupun kelemahan-kelemahan baik isi maupun penyajiannya,
hal ini tidak lain karena keterbatasan ilmu dan kemampuan yang penyusun miliki.
Oleh karena itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya
membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan ini.
Akhirnya, semoga penulisan makalah ini
dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kita semua.
Jember, Januari 2013
Penyusun
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Surface treatment menjadi sangat penting
karena dalam aktifitas permesinan saat ini mengingat fungsi dan tujuan dari
adanya hal ini sangat mendukung dari alur perkembangan logam dalam upaya
meningkatkan fungsi dari masing-masing logam. Proyek pengerjaan logam tentunya
memerlukan nilai kekerasan tiap-tiap logam yang akan digunakan untuk memudahkan
dan meningkatkan nilai efisiensi pabrik itu sendiri. Dengan adanya surface
treatment pengerjaan logam untuk pelaksanaan proses permesinan selanjutnya akan
lebih mudah, dapat juga meningkatkan kekuatan dari logam yang menjadi spesimen,
karena dalam proses surface treatment ini terjadi yang namanya penghilangan
tegangan dalam dan meningkatkan tingkat keuletan logam yang menjadi specimen.
Aplikasi coating untuk ketahanan
aus dan ketahanan korosi adalah salah satu cara untuk mengatasi permasalahan
wear and corrosion di industri minyak, gas, pembangkit, dan industri besar
lainnya. Thermal spray coating adalah salah satu teknologi pelapisan yang baru
dikenal di Indonesia pada pertengahan tahun 90-an. Kendala yang ada saat ini
adalah thermal spray coating masih terbatas dalam aplikasinya yaitu pada
aplikasi metalic coating untuk restorasi dimensi seperti arc spraying. Hal ini
menyebabkan output yang tidak optimum apabila digunakan pada aplikasi untuk
ketahan aus dan korosi. HVOF coating adalah jenis proses thermal spray yang
memanfaatkan tekanan tinggi dari pembakaran bahan oksigen di ruang pembakaran
sehingga menghasilkan kecepatan gas supersonic diatas 800 m/s dan temperatur
sekitar 28000 Celcius. Hasil yang diharapkan adalah ketahanan aus
dan korosi dengan karakteristik densitas, kekerasan, dan daya rekat yang tinggi
dibandingkan dengan proses thermal spray lainnya. Energi kinetik yang tinggi
pada saat tumbukan dari serbuk yang dipanaskan dan temperatur yang relatif
rendah menghasilkan coating dengan densitas dan kekerasan yang tinggi.
1.2 Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
Proses HVOF Thermal Spray
b. Keunggulan
dan Kelemahan HVOF Thermal Spray
c. Aplikasi
di Bidang Industri
1.3 Tujuan
dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat dari pembuatan makalah ini
adalah Mahasiswa diharapkan memahami proses HVOF thermal spray dan aspek-aspek
lain dari penggunaan teknologi HVOF thermal spray ini.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1
Proses Thermal Spray
Gambar 1. Tipe surface treatment
Proses thermal spray secara umum melindungi logam dasar
pada kondisi lingkungan dengan tingkat yang merusak yang tinggi. Kategori
dalam Proses HVOF: - Detonation-Gun Spraying (pada proses ini akan menghasilkan
ketebalan lapisan > 0.5 mm. Kekerasan, berat jenis, dan kekuatan lekat
bernilai tinggi jika dibandingkan dengan pelapisan Plasma Sprayed, tingkat
kebisingannya 150 desibel), dan Diamond Jet HVOF yang kemudian dikenal dengan
HVOF thermal spray. Setiap jenis
coating yang dipilih diharapkan dapat memiliki satu atau beberapa fungsi yang
diharapkan seperti ketahanan aus, tahan korosi, tahan terhadap konduktivitas
elektrik dan restorasi dimensi.
Teknik thermal spray merupakan proses dimana
material pelapis (feedstock material) dipanaskan dan didorong sebagai
partikel individu atau droplets ke suatu permukaan (base material /
substrat). Energi termal yang digunakan untuk melelehkan material pelapis yaitu
electrical dan flame heating.
Gambar 2.
Metode dan ilustrasi penembakan
Pemilihan proses thermal spray didasarkan kepada aplikasi
yang akan digunakan. Sebagai contoh untuk aplikasi anti korosi, proses yang
paling tepat adalah dengan menggunakan arc spraying sebab material yang akan di
deposisi adalah metallic coating yang memiliki melting temperature rendah.
Pertimbangan lain adalah kemudahan dalam pengoperasiannya.
Material feedstock dapat berupa apa saja yang
dapat dilelehkan termasuk logam, senyawa logam, semen, oksida, gelas atau
polimer. Dan juga dapat dalam bentuk powder, wire, atau rod.
Pengikat antara substrat dan pelapis dapat berupa ikatan mekanik, kimia,
metalurgi atau kombinasi dari ketiganya.
Sifat-sifat
dari pelapis bergantung pada jenis material, proses thermal spray dan
parameter-parameter yang diterapkan, dan perlakuan setelah proses thermal
spray pada pelapis.
Saat ini teknologi
thermal spray coating di Indonesia sudah cukup dikenal di kalangan industri.
Untuk aplikasi ketahanan aus dibutuhkan proses coating dengan karakteristik
densitas yang tinggi serta kekerasan yang tinggi dengan bahan ceramic metal
(cermet) dan karbida. Kesalahan dalam penentuan proses coating dapat
menyebabkan akibat yang fatal dimana umur coating yang pendek menyebabkan biaya
perawatan yang semakin meningkat dan kerugian waktu akibat dari plant shutdown
yang akhirnya berakibat pada biaya produksi.
Pembakaran, dinamika gas, dan kecepatan nyala pembakaran
adalah karakteristik penting untuk menghasilkan lapisan berkekuatan lekat
tinggi, porositas rendah, dan padat. Sebelum memasuki ruang bakar, oksigen dan
bahan bakar dicampur dibawah tekanan dalam bagian mixer, kemudian saat
pembakaran, reaksi kimia mengambil alih dan melepaskan energi panas. Tekanan
meningkat seiring dengan peningkatan temperatur yang menghasilkan kecepatan
gas.
Setelah pembakaran, propan dan oksigen membentuk air dan
gas karbondioksida. Karena temperatur deposisi yang tinggi, air menguap. Energi
dari reaksi kimia dikonversikan menjadi panas dan tekanan, yang digunakan untuk
melelehkan dan mempercepat partikel powder bersama gas pembawa. Temperatur,
tekanan, komposisi gas, massa jenis gas, dan luas dimana gas berlalu merupakan
variabel yang mempengaruhi kecepatan gas. Gelombang suara di udara adalah
gelombang longitudinal dimana dorongan disampaikan dari molekul ke molekul.
Restoring force untuk gelombang ini disuplai oleh tekanan dari udara. Ketika
sebuah obyek bergerak melaju dalam fluida, gelombang tekanan melebar dari obyek
menjadi spherical sheels. Gelombang tekanan ini merupakan sebuah urutan
rarefraction yang bergerak keluar dari obyek. Karena tekanan meningkat, molekul
gas bergetar, laju getaran molekul disebut frekuensi. Semakin besar frekuensi
maka semakin besar pitch suara.
Ketika kecepatan gas mencapai tingkat kecepatan suara
(sonic), ini dikatakan berada pada critical state. Di atas critical state
berada pada supersonic atau hypersonic velocity, yang bisa didapatkan dengan
menggunakan nosel divergen. Kecepatan gas dapat didefinisikan dalam bilangan
mach yang merupakan perbandingan kecepatan gas sebenarnya terhadap kecepatan
sonic.
2.2
Keunggulan dan Kelemahan Thermal Spray
HVOF
Keunggulan
dari proses ini dibandingkan dengan proses lainnya seperti PVD (Physycal Vapour
Deposition), CVD (Chemical Vapour Deposition), brazing, cladding dan
electroplating adalah :
— Proses pelapisan dengan thermal spray memiliki ketebalan
diatas 50 micrometer.
— Laju deposisi tinggi.
— Dapat dilakukan pada kondisi atmosfer.
— Beragam jenis bahan seperti logam, keramik, paduan logam
keramik, polymer, karbida, dapat dideposisikan dengan mudah sesuai dengan
aplikasi yang diinginkan.
— Lebih ramah lingkungan karena tidak memiliki limbah buang
yang berbahaya pada lingkungan seperti pada hard chrome.
Kelemahan :
Investasi yang sangat tinggi
merupakan salah satu kendala penggunaan HVOF thermal spray. Komponen biaya
paling besar terdapat pada gun system dan ini berkaitan dengan paten serta
beberapa komponen seperti nozzles yang memiliki tuntutan proses permesinan
dengan kepresisian yang tinggi.
2.3
Aplikasi
Aplikasi umum dari pelapisan HVOF :
— Industri
manufaktur umum : extrusion Dies, Thread guides, Forging Tool, Wire Drawing
Capstans, Casm followers, Roller Bearing, Hot Forming Dies.
— Industri
Turbin gas : Turbine Nozzles, Jet Engine Manifold Rings, Gas Turbine Fan Seals,
Aircraft Flap Tracks, Expansion Joints, Mid Span Supports (Fan Blades)
— Industri
Perminyakan : Pump Plungers, Liners, Sleeves, compressor Rods.
— Industri
proses kimia : Gate Valves, Pump components.
— Industri
kertas/Bubur kertas : Printing Rolls, Digestors, liquor tanks
— Industri
otomotif : Piston Rings, cylinder liners
BAB
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari beberapa tinjauan pustaka, maka
HVOF thermal spray secara umum dapat diambil kesimpulan, diantaranya :
1.
Kekerasan,
berat jenis, dan porositas
Pelapisan thermal spray sering digunakan karena
derajat kekerasannya yang relatif lebih tinggi daripada pelapisan cat (paint
coatings). Kekerasan dan ketahanan korosinya membuat pelapisan thermal spray sangat bernilai pada
pemakaian dengan tingkat keausan tinggi. Kekerasan dan berat jenis thermal spray pada umumnya lebih rendah
daripada material feedstock itu sendiri sebelum dilapiskan. Pada pelapisan
logam thermal spray, kekerasan, berat
jenis bergantung pada material yang digunakan. Secara umum semakin tinggi
kecepatan partikel, semakin tinggi tingkat kekerasan dan berat jenisnya.
Kekerasan dan berat jenis juga bergantung pada temperatur partikel dan jenis
gas atomisasi yang digunakan. Porositas yang terbentuk bergantung pada proses
pelapisan thermal spray, parameter
yang digunakan, dan material thermal
spray.
2.
Ketahanan
korosi
Lapisan logam thermal spray dapat di anodic atau
katodic terhadap sustrat logam dibawahnya. Karena korosi muncul pada anoda,
lapisan anodic akan terkorosi pada lingkungan korosif, sedangkan katoda tidak.
Sistem pelapisan anti korosi umumnya dirancang sehingga material pelapis anodic
terhdap logam substrat. Pelapis anodic akan terkorosi atau dikorbankan untuk
melindungi substrat. Pada beberapa kasus, ketahanan korosi dari material
pelapis itu sendiri sangat penting. Pada penggunaan temperatur tinggi dan untuk
penggunaan dengan bahan kimia, lapisan thermal
spray harus sangat tahan korosi.
3.
Perekatan
(adhesi)
Pelapisan thermal
spray mempunyai adhesi yang sangat tinggi. Pelapisan khusus, untuk
ketahanan aus, yang dilakukan dengan proses thermal
spray dengan kecepatan partikel sangat tinggi dapat memiliki adhesi regang
(tensile adhesion) lebih besar
daripada 34.000kPa (5000 psi) sebagaimana diukur oleh ASTM C633‚ ‘‘Standart Test Method for Adhesion or
Cohesive Strength of Flame-Sprayed Coatings’’
3.2 Saran
Dalam pembuatan
makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna karena referensi dari berbegai
sumber masih sangat minim. Semoga penyajian selanjutnya dapat lebih baik dari
ini dan penulis akan lebih senang hati apabila menerima masukan dari
pembaca.
Selasa, 22 Mei 2012
Korosi
KOROSI
1. Pengertian Korosi
Korosi atau perkaratan berasal dari bahasa latin ”Corrodere” yang berarti perusakan logam.
Adapun definisi korosi
sebagai berikut.
-
Korosi
adalah proses degradasi atau deteorisasi perusakan material yang terjadi
disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya.
-
Korosi
adalah perusakan material tanpa perusakan mekanis.
-
Korosi
adalah proses elektrokimia dalam mencapai kesetimbangan thermodinamika suatu
sistem. Jadi korosi adalah merupakan sistem termodinamika logam dengan
lingkungan (air, udara, tanah), yang berusaha mencapai kesetimbangan . sistem
ini dikategorikan setimbang bila logam telah membentuk oksidasi atau senyawa
kimia lain yang lebih stabil (berenergi lebih rendah).
-
Korosi
adalah reaksi antara logam dengan lingkungannya.
Korosi adalah suatu penyakit
dalam dunia teknik, walaupun secara langsung bukan merupakan produk teknik.
Adanya studi tentang korosi adalah usaha untuk mencegah dan mengendalikan
kerusakan supaya serangannya serendah mungkin dan dapat melampaui nilai ekonomisnya,
atau umur tahannya material lebih lama untuk bisa dimanfaatkan. Caranya dengan
usaha prefentif atau pencegahan dini
untuk menghambat korosi. Dan hal ini lebih baik dari pada harus mengeluarkan
biaya perbaikan yang tidak sedikit akibat serangan korosi.
Secara kimiawi korosi adalah reaksi pelarutan (dissolution) logam
menjadi ion pada permukaan logam yang berinteraksi dengan lingkungan yang dapat bersifat asam atau basa melalui reaksi
elektrokimia. Logam tersebut memiliki ion negatif dan ion positif, yang apabila
berhubungan dengan udara maka akan membentuk senyawa baru. Hal ini
dikarenakan udara mengandung
bermacam-macam unsur salah satunya hidrogen sebagai oksidator, karenanya korosi ini juga dapat disebut atmospheric corrosion (Graedel dan Leygraf, 2001).
2.
Jenis-jenis Korosi
Adapun
beberapa jenis korosi yang umum terjadi pada logam sebagai berikut.
1. Korosi Galvanis (Bemetal Corrosion)
Disebut juga korosi dwilogam
yang merupakan perkaratan elektrokimiawi apabila dua macam metal yang berbeda
potensial dihubungkan langsung di dalam elektrolit yang sama. Elektron akan
mengalir dari metal yang kurang mulia (anodik) menuju ke metal yang lebih mulia
(katodik). Akibatnya metal yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif
karena kehilangan elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion-ion
negatif yang berada di dalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa
ini, permukaan anoda kehilangan metal sehingga terbentuk sumur-sumur karat atau
jika merata akan terbentuk karat permukaan.
2. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Adalah
korosi yang terjadi karena komposisi logam yang tidak homogen dan ini
menyebabkan korosi yang dalam pada berbagai tempat. Dapat juga adanya kontak
antara logam yang berlainan dan logam yang kurang mulia, maka pada daerah batas
akan timbul korosi berbentuk sumuran.
3. Korosi Erosi (Errosion Corrosion)
Logam yang
sebelumnya telah terkena erosi akibat terjadinya keausan dan menimbulkan
bagian-bagian yang tajam dan kasar. Bagian-bagian inilah yang mudah terserang
korosi dan apabila terdapat gesekan maka akan menimbulkan abrasi yang lebih
berat.
4. Korosi Regangan (Stress Corrosion)
Gaya-gaya
seperti tarikan (tensile) atau kompresi
(compressive) berpengaruh sangat
kecil pada proses pengkaratan. Adanya kombinasi antara regangan tarik (tensile stress) dan lingkungan yang
korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan yang disebut retak
karat regangan.
5. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi yang
terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain atau non logam dan
diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air sebagai sumber
terjadinya korosi. Konsentrasi oksigen pada mulut lebih kaya dibandingkan pada
bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan bagian mulut menjadi
katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam menuju mulut logam yang
menimbulkan korosi.
Atau juga
perbedaan konsenrasi zat asam. Dimana celah sempit yang terisi elektrolit (pH
rendah) akan terbentuk sel korosi, dengan katodanya permukaan sebelah luar
celah yang basah dengan air yang lebih banyak mengandung zat asam dari pada
daerah dalam yang besifat anodik. Maka dari sinilah terjadinya korosi dengan
adanya katoda dan anoda.
6. Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion)
Terjadi
karena tingginya kecepatan cairan menciptakan daerah-daerah bertekanan tinggi
dan rendah secara berulang-ulang pada permukaan peralatan dimana cairan
tersebut mengalir. Maka terjadilah gelembung-gelembung uap air pada permukaan
tersebut, yang apabila pecah kembali menjadi cairan akan menimbulkan pukulan
pada permukaan yang cukup besar untuk memecahkan film oksida pelindung
permukaan. Akibatnya bagian permukaan yang tidak terlindungi terserang korosi.
Karena bagian tersebut menjadi anodik terhadap bagian yang terlindungi.
Karena
terjadinya korosi pada bagian tersebut, maka akan kehilangan massa dan menjadi
takik. Takik-takik tersebut akan bertambah dalam karena permukaan di dalam
takik tidak sempat membentuk film pelindung karena kecepatan cairan yang tinggi
dan proses kavitasi akan berlangsung secara berulang-ulang.
7. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Bila logam
mendapat beban siklus yang berulang-ulang, tetapi masih dibawah batas kekuatan
luluhnya. Maka setelah sekian
lama akan patah karena terjadinya kelelahan logam. Kelelahan dapat dipercepat
dengan adanya serangan korosi. Kombinasi antara kelelahan dan korosi yang
mengakibatkan kegagalan disebut korosi lelah. Korosi lelah terjadi di daerah
yang menderita beban, lasan dan lainnya.
8. Korosi Antar Kristal
Terjadinya
korosi hanya pada batas kristal, akibat dari serangan elektrolit. Karena
tegangan pada kristal adalah paling tinggi. Dan terjadinya karbida pada batas
butir yang dapat mengakibatkan korosi ini.
9. Penggetasan Hidrogen
a.
Hydrogen Embrittlement
Penggetasan
hidrogen adalah suatu proses hilangnya duktilasi baja dengan terserapnya
hidrogen ke dalam struktur material baja. Kekuatan tarik tidak terpengaruh secara nyata. Duktilasi
ini dapat dikembalikan melalui perlakuan panas. Kerusakan hidrogen
menggambarkan pelemahan baja secara permanen karena berkembangnya retak-retak
mikro (microfissures). Retak yang
disebabkan oleh kerusakan hidrogen biasanya terjadi di sepanjang batas butir,
karenanya berbeda dengan retak dingin akibat kemasukan hidrogen yang biasanya
bersifat transgranular. Di dalam material baja, atom-atom hidrogen ini
bergabung menjadi molekul (H2) dan menyebabkan terjadinya
regangan lokal yang hebat. Jika baja cukup duktil maka kemungkinan dapat
bertahan terhadap regangan lokal ini. Namun jika baja getas dan keras, maka
akan terjadi retak-retak halus, yang kemudian menjadi besar dan mengakibatkan
kegagalan material.
b.
Hydrogen Damage
Kerusakan
hidrogen di dalam material baja terjadi akibat atom-atom hidrogen ini bergabung
menjadi molekul (H2) dan menyebabkan terjadinya regangan lokal.
Jika kemudian gas H2 terperangkap di dalam cacat material seperti
inklusi dan laminasi, maka gas hidrogen lama-kelamaan berkumpul dan menaikkan
tekanan di lokasi tersebut. Karena besarnya tekanan menyebabkan gelembung atau blister. Hal ini tidak terjadi pada suhu
yang tidak terlalu tinggi dan pada daerah yang dekat dengan permukaan.
3 Faktor Penyebab Terjadinya Korosi
Faktro penyebab terjadinya
korosi dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu sifat dari material, faktor
lingkungan dan adanya reaksi
3.1 Sifat material
1. Pengaruh
susunan kimia material
Semua
logam termasuk baja tahan karat, alumunium, dan sebagainya cenderung akan akan
mengalami pengkaratan oleh media korosif.
2.
Pengaruh struktur kristal
Kurangnya homogenitas struktur dapat emnimbulkan efek-efek galvanis mikro
pada material yang menyebabkan pengkaratan. Perbedaan potensial akan
mneyebabkan terjadinya aliran elektron bila baja dimasukkan kedalam larutan elektrolit.
Pada material yang mengalami deformasi akan lebih mudah terjadi korosi, karena
butiran dalam material mengalami perubahan bentuk dan susunanya.
3.
Pengaruh beda potensialbila dua logam mempunyai beda
potensial tidak sama digabungkan dan dimasukkan dalam larutan elektrolit maka
akan terjadi pengkaratan.
4.
Pengaruh bentuk permukaan material
Permukaan
logamm yang mempunyai bentuk sendiri akan menyebabkan terjadinya korosi. Adanya
kotoran pada permukaan material akan menyebabkan korosi karena terperangkapnya
oksigenn dalam material.
3.2 Lingkungan Korosi
Adapun beberapa pengaruh
lingkungan korosi secara umum sebagai berikut.
1 Lingkungan Air
Air atau uap air dalam jumlah
sedikit atau banyak akan mempengaruhi tingkat korosi pada logam. Reaksinya
bukan hanya antara logam dengan oksigen saja, tetapi juga dengan uap air yang
menjadi reaksi elektrokimia. Karena air berfungsi sebagai:
-
Pereaksi.
Misalnya pada besi akan berwarna cokelat karena terjadinya besi hidroksida.
-
Pelarut.
Produk-produk korosi akan larut dalam air seperti besi klorida atau besi
sulfat.
-
Katalisator.
Besi akan cepat bereaksi dengan O2 dari udara sekitar bila ada uap
air.
-
Elektrolit
lemah. Sebagai penghantar arus yang lemah atau kecil.
Mekanisme reaksi uap air di udara dengan
logam sebagai berikut (Sumber: Supardi, 1997:72).
Proses reaksi uap air terjadi
seperti pada gambar 1 di bawah ini
Gambar 1.
Sel Karat Logam di dalam Titik Embun
Korosi pada lingkungan air
bergantung pada pH, kadar oksigen dan
temperatur. Misalnya pada baja tahan karat pada suhu 300-500oC bisa bertahan dari karat.
Namun pada suhu yang lebih tinggi 600-650oC baja tahan karat akan
terserang korosi dengan cepat. Demikian juga dengan penambahan kadar O2
dalam air maka akan mempercepat laju korosi pada logam. Pengaruh kondisi
lingkungan yang berubah-ubah sangat mempengaruhi laju korosi. Seperti
faktor-faktor berikut.
2.pH
Menurut
penelitian Whitman dan Russel ternyata pH dari suatu elektrolit sangat
mempengaruhi pada proses terjadinya korosi pada besi. Pengaturan pH dilakukan
dengan pembubuhan KOH pada air yang pH 6-14 dan pembubuhan asam
pada 7-0. Seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar
2.
3. Kadar Oksigen
Oksigen
hampir ada dimana-mana, karena potensial redoks sangat tinggi maka oksigen
dalam proses korosi akan terlebih dahulu akan direduksi oleh H+.
Kelarutan O2
dalam larutan harus dikurangi oleh garam yang terlarut dalam larutan dan
kelarutannya bergantung pada logam yang tercelup dan luasan permukaan logam
tercelup serta temperaturnya. Lihat gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3.
Kelarutan O2
Adapun macam-macam air seperti
air suling merupakan air yang paling bersih dan bebas dari kation dan anion
serta terisolir dari udara dan bebas mikroba. Adapun air hujan atau salju merupakan proses
sulingan alam, namun demikian air ini masih mengandung CO2 dari
udara yang dapat membentuk senyawa H2CO3 dan akan
bersifat asam menyebabkan korosif pada baja. Untuk air permukaan komposisi zat
terlarut bergantung pada tanah yang ditempati atau tergenang. Tetapi pada
umumnya zat yang terlarut lebih rendah dari pada air laut. Biasanya air
permukaan mengandung Ca2+, Mg2+, NH4+,
Cl-, dan SO-4 yang agresifitasnya lebih rendah
daripada air laut.
Sedangkan
untuk air bersih dan adanya O2, akan ada proses oksidasi dari udara
sekitarnya. Hal ini biasanya terjadi pada air dekat permukaan.
3.1 Lingkungan Udara
Temperatur, kelembaban
relatif, partikel-partikel abrasif dan ion-ion agresif yang terkandung dalam
udara sekitar, sangat mempengaruhi laju korosi. Dalam udara yang murni, baja
tahan karat akan sangat tahan terhadap korosi. Namun apabila udara mulai
tercemari maka serangan korosi dapat mudah terjadi. Salah satu polusi udara
yang menimbulkan karosi adalah NOX dari pabrik asam nitrat, SO2 dari
hasil pembakaran bahan bakar fosil, Cl2 dari pabrik soda dan NaCl
dari air laut.
3.3 Lingkungan Asam, Basa dan Garam
Pada lingkungan air laut,
dengan konsentrasi garam NaCl atau jenis garam-garam yang lain seperti KCl akan
menyebabkan laju korosi logam cepat. Sama halnya dengan kecepatan alir dari air laut yang sebanding dengan peningkatan
laju korosi, akibat adanya gesekan, tegangan dan temperatur yang mendukung
terjadinya korosi.
Pada larutan basa seperti NaOH
(caustic soda), baja karbon akan
tahan terhadap serangan korosi pada media ini dengan suhu larutan 75 oF
(24 oC) dan konsentrasi 45% berat. Pada larutan asam seperti asam
kromat (CrO3), dengan konsentrasi asam kromat 10% pada suhu 60oC,
tidak akan menyerang baja tahan karat. Dan tingkat korosi akan naik sebanding
dengan temperatur dan konsentrasi yang juga meningkat.
Sedangkan pada larutan asam
seperti H2SO4, proses terjadinya perkaratan pada
permukaan baja yang terbuka keseluruhannya terhadap hujan lebih baik dari pada
sebagian saja terkena hujan atau sebagian terlindungi. Mekanismenya sebagai
berikut.
(Sumber:
Widharto,1999:5)
Senyawa kromat mampu
sebagai pemasif yang efektif terhadap laju korosi pada logam. Dalam kenyataannya dapat tereduksi menjadi
Cr2O3 yang membentuk serpih yang berwarna hijau kecoklatan. Cr2O3
banyak digunakan sebagai abrasi pada pemolesan karena Cr2O3
keras, tajam sehingga mampu mengikis atau mengasah logam menjadi mengkilap.
Penggunaan larutan garam
natrium kromat atau sodium kromat (Na2CrO4) dengan kadar
tertentu mampu menghambat laju korosi. karena natrium
kromat sebagai inhibitor kimia, yaitu suatu zat kimia yang dapat menghambat
atau memperlambat suatu reaksi kimia. Secara khusus, inhibitor korosi merupakan
suatu zat kimia yang bila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan tertentu, dapat
menurunkan laju penyerangan lingkungan itu terhadap suatu logam.
Selain itu, fungsi dari
inhibitor adalah mampu memperpanjang umur pakai logam, melindungi dan
memperindah permukaan logam, lebih mengkilap dan terang dengan warna tertentu
yang dihasilkan sesuai inhibitornya.
Penggunaannya sebagai berikut:
-
Na2CrO4
dengan konsentrasi 50 ppm digunakan pada pipa baja.
-
2,3
gr/l Na2CrO4 untuk sambungan galvanik Cu-Zn-Fe.
-
2,4
gr/l Na2CrO4 untuk sambungan galvanik Fe-Al.
-
0,1%
Na2CrO4 digunakan untuk penghambat laju korosi logam Fe,
Cu, Zn dalam sistem air pendingin (water
cooling) dan pada larutan garam (Brines).
-
0,1%
- 1% Na2CrO4 digunakan untuk penghambat laju korosi
(inhibisi) logam Fe, Pb, Cu, Zn dalam sistem mesin pendingin (engine coolants).
Gambar 4.
Berbagai Media Korosi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
4. Perhitungan Laju Korosi
Logam baja karbon dicelupkan pada
lingkungan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Volume lingkungan yang digunakan
mengikuti rasio minimum volume larutan terhadap luas permukaan benda uji adalah
20 ml/cm2, sesuai dengan ASTM G31-72 (Reapproved 1990) “Standard
Practice for Laboratory Immersion Corrosion Testing of Metals”.
Untuk perhitungan laju korosi dapat ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:
Laju
korosi =
(mpy)
Dimana :
mpy = laju korosi, (mils/year)
W = berat yang hilang,
(gr)
A = luas, (cm2)
T = waktu, (jam)
D = density, (gr/cm3)
(Sumber: Annual
Book Of ASTM Standart)
Efisiensi Inhibitor dihitung berdasarkan rumus
empiris di bawah ini:
Dimana:
E =
Efisiensi Inhibitor (%)
R0 = Laju korosi tanpa adanya
inhibitor (mpy)
Ri = Laju korosi dengan adanya inhibitor (mpy)
5. Inhibitor
Inhibitor
adalah suatu zat kimia yang apabila ditambahkan atau dimasukkan dalam jumlah
sedikit ke dalam suatu zat koroden (lingkungan yang korosif), dapat secara efektif memperlambat atau mengurangi
laju korosi. Selain itu, fungsinya mampu memperpanjang umur pakai logam,
melindungi dan memperindah permukaan logam, lebih mengkilap dan terang dengan
warna tertentu yang dihasilkan sesuai inhibitornya.
Terdapat beberapa jenis inhibitor sebagai berikut.
1. Passivating
Inhibitor
Inhibitor
pemasif adalah yang paling efektif dari seluruh inhibitor yang ada. Karena
dapat melumpuhkan korosi hampir secara menyeluruh. Namun jenis inhibitor ini
sangat berbahaya karena pada kondisi tertentu justru akan mempercepat laju
korosi. Terdapat dua jenis inhibitor pemasif, yaitu anion yang mengoksidasi
seperti kromat, nitrat, nitrit yang dapat memasifkan baja jika tidak terdapat
oksigen dan yang kedua adalah ion yang tidak mengoksidasi seperti tungsten,
fosfat dan molibdat yang memerlukan keberadaan oksigen untuk memasifkan baja.
2. Cathodic
Inhibitor
Perlambatan
laju korosi dengan mempolarisasi reaksi katodik. Terdapat tiga kategori utama
tentang inhibitor yang mempengaruhi reaksi katodik adalah racun katoda, endapan
katoda dan pemulung.
a) Racun katoda
Adalah
suatu zat yang mengganggu reaksi, misalnya pembentukan atau hidrogen menjadi
gas hidrogen pada permukaan metal yang terkorosi. Laju reaksi katoda
diperlambat dan karena reaksi katodik dan anodik harus berlanjut pada laju yang
sama, seluruh proses korosi menjadi lambat pula. Beberapa racun katoda seperti
sulfida dan selenida teradsorpsi pada permukaan metal. Senyawa lain seperti
arsenik, bismut, antimon teredusir pada katoda untuk mengendap menjadi lapisan
dari metal-metal tersebut. Arsenat dipergunakan untuk melemahkan atau melambatkan
laju korosi pada asam kuat.
Terdapat
suatu hal yang merugikan penggunaan racun katoda adalah zat tersebut
menyebabkan blister atau gelembung
pada baja dan meningkatkan kepekaan baja terhadap kerapuhan hidrogen. Karena
proses pengkombinasian kembali atom-atom hidrogen diperlambat, konsentrasi
permukaan meningkat dan karenanya sejumlah besar hidrogen yang dihasilkan pada
proses korosi diabsorp oleh baja. Untuk menaikkan tingkat penetrasi hidrogen ke
dalam baja hanya diperlukan sejumlah kecil sulfida atau arsenik, sebagai faktor
penentu seringnya terjadi kasus kerusakan dan kegetasan hidrogen akibat
pengaruh racun tersebut.
b) Endapan katoda
Inhibitor
tipe endapan katoda yang paling banyak dipakai adalah senyawa karbonat dengan
kalsium dan magnesium. Hal ini disebabkan proses persenyawaan ini terjadi dalam
air alami dan inhibitasi dengan senyawa ini biasanya hanya diperlukan
pengaturan pH saja. Pada tingkat pH yang tepat, endapan berupa lapisan halus
dan relatif keras yang mirip dengan kulit telur. Dengan terbentuknya lapisan
tersebut, pH air harus dijaga pada posisi setimbang. Sebab jika kondisinya
menjadi asam (acidid), endapan yang
keras tadi akan mencair kembali. Keadaan di mana pH menciptakan lapisan keras disebut Langelier index.
c) Pemulung
oksigen (oxygen scavenger)
Korosi pada
baja dalam air dengan pH di atas 6 biasanya disebabkan oleh adanya zat asam
yang larut dalam air tersebut yang mendepolarisasi reaksi katoda. Air netral
mengandung sedikit garam yang berequilibrium dengan udara pada 21oC
akan mengandung sekitar 8 ppm zat asam yang larut dalam air. Konsentrasi zat
asam ini akan menurun dengan naiknya konsentrasi garam dan naiknya suhu.
Sedangkan untuk kenaikan laju korosi yang serius pada sistem yang dinamis hanya
diperlukan penambahan 0,1 ppm zat asam larut.
Dalam suatu sistem yang statis
diperlukan penambahan oksigen yang lebih banyak untuk menaikkan laju korosi
yang cukup besar. Karena reaksi korosi akan menghabiskan pasokan oksigen di
sekitar metal. Zat pemulung atau pemungut zat asam dimasukkan ke dalam air,
baik sendiri maupun bersamaan dengan zat penghambat korosi untuk menekan laju
korosi logam. Zat penghambat karat organik mampu menghambat laju korosi pada
air asin yang mengandung oksigen, namun tidak selalu mencegah terjadinya pitting.
Zat pemulung
oksigen yang umum dipakai di dalam air pada suhu ambient (lingkungan) adalah sodium sulfit dan sulfur dioksida.
3. Organic
inhibitor
Senyawa
organik banyak yang bersifat menghambat laju korosi yang tidak dapat
digolongkan sebagai bersifat anodik atau katodik. Secara umum dapat dikatakan
bahwa zat ini mempengaruhi seluruh permukaan metal yang sedang terkorosi
apabila diberikan dalam konsentrasi secukupnya. Kemungkinan kedua daerah
katodik dan anodik dihambat, namun dalam tingkat yang berbeda bergantung pada
potensial metal, susunan kimiawi dari molekul zat inhibitor dan ukuran
molekulnya.
Kenaikan
tingkat perlambatan pada proses korosi selaras dengan kenaikan konsentrasi
inhibitor. Hal ini memberikan gambaran bahwa proses perlambatan laju korosi (inhibition) pada hakikatnya adalah hasil
absorpsi zat tersebut pada permukaan metal. Lapisan film yang terbentuk oleh
proses absorpsi dari zat inhibitor organik yang larut hanya beberapa molekul
saja tebalnya sehingga tidak tampak oleh pandangan mata. Inhibitor kationik
seperti amine atau inhibitor anionik seperti sulfonat diserap ke dalam larutan
secara cepat atau lambat bergantung muatan metal apakah negatif atau positif.
Potensial antara dimana tidak diperlukan baik molekul kationik ataupun anionik
disebut titik nol atau ZPC (zero point of
charge).
Pada amine
organik akan lebih efisien sebagai unsur penghambat korosi, apabila terdapat
ion halogen. Ion halogen sendiri bersifat menghambat korosi hingga tingkat
tertentu pada larutan asam. Ion-ion lain seperti iodida, bronida, klorida, dan
ion fluorida yang menghambat laju korosi pada pada baja di dalam asam belerang
(sulfuric acid).
4. Precipitate
inducing inhibitor
Inhibitor penyebab pengendapan
adalah sejenis senyawa pembentuk film yang menutupi keseluruh permukaan metal
sehingga secara tidak langsung mengganggu daerah katoda dan anoda sekaligus.
Jenis yang paling utama adalah silikat dan fosfat. Dalam air yang hampir netral
yang mengandung sedikit konsentrasi silikat, fosfat dan klorida menyebabkan
pasifasi pada baja akibat terdapat kandungan oksigen pada air tersebut.
Sehingga unsur-unsur tersebut bersifat inhibitor anodik. Apabila jumlah fosfat
atau silikat yang ditambahkan dalam air yang asin sedikit, maka akan timbul
korosi sumuran.
Namun demikian baik silikat atau
fosfat akan membentuk lapisan endapan dipermukaan baja yang meningkatkan
polarisasi katodik, sehingga sifat tersebut dikatakan mixed (kombinasi pengaruh anodik dan katodik). Zat silikat sering
digunakan di dalam air dengan salinitas rendah yang mengandung oksigen larut.
Zat ini mampu menghambat korosi pada permukaan baja yang telah terkorosi atau
berkerak. Sedangkan jumlah silikat untuk melindungi, bergantung pada tingkat
salinitas air.
5. Vapor
phase inhibitor
Inhibitor
bentuk uap adalah senyawa yang dialirkan dalam sistem tertutup ke bagian yang
terkorosi dengan penguapan dari asalnya. Di dalam ketel uap, dasar senyawa yang
mudah menguap (volatil) seperti
morpholine atau ethyline diamine
dicampur dengan uap air untuk mencegah korosi di dalam tube kondenser dengan
menetralisir karbon dioksida yang bersifat asam. Senyawa ini menghambat korosi
dengan menciptakan suasana alkalin. Zat padat volatil seperti garam nitrit,
karbonat, benzoat dari dicyclohexylamine,
cyclohexylamine dan hexylamethylene-amine
yang dipergunakan sebagai penghambat laju korosi. Proses terjadinya adalah sewaktu menyinggung permukaan
metal, uap inhibitor mengembun (kondensasi) dan dihidrolisa oleh kelembaban
yang ada untuk membebaskan ion-ion nitrit, benzoat atau bikarbonat. Karena
keberadaan oksigen, ion-ion ini mampu membuat pasif baja sebagaimana pada
kondisi normal dalam air.
6.
Beberapa Masalah dalam Penggunaan
Inhibitor
Adapun masalah-masalah yang
akan timbul dalam penggunanan inhibitor sebagai penghambat laju korosi sebagai
berikut.
1. Pembuihan (foaming)
Sifat zat
inhibitor sebagai sabun (deterjen). Akibat pengaruhnya (organic inhibitor) terhadap permukaan karena fungsinya diserap oleh
permukaan tersebut. Foaming terjadi pada peralatan yang mengandung gas dan
gerakan agitasi. Untuk mencegah hal tersebut perlu diinjeksikan zat anti foaming atau menggunakan inhibitor
secara tepat.
2. Terjadi Emulsi
Terjadinya
emulsi karena terdapatnya fase-fase gas dan cairan yang bercampur atau dua
jenis cairan yang bercampur disertai gerakan agitasi. Dalam hal ini inhibitor
berlaku sebagai stabilisator emulsi. Untuk mengatasi masalah tersebut
ditambahkan zat demulsifier.
3. Penyumbatan (plugging)
Ada jenis
inhibitor tertentu dapat mengakibatkan terkelupasnya lapisan oksida atau kerak
yang sudah ada pada permukaaa baja, sehingga kerak tersebut ikut aliran dan menyumbat pada opening-opening kecil seperti filter,
tubing dan lain-lain. Untuk mengatasinya
peralatan dibersihkan dahulu permukaannya dari kerak-kerak sebelum diberi
inhibitor. Atau melindungi
sistem dengan filter untuk menyaring kerak yang terlepas.
4. Terciptanya masalah korosi baru
Pemberian
inhibitor diharapkan mampu menghambat laju korosi suatu metal yang dilindungi. Namun
dalam waktu yang bersamaan inhibitor justru mempercepat laju korosi. Misalnya
beberapa amine melindungi baja dengan baik, namun akan semakin menyerang metal
baja dan kuningan. Untuk itu perlu diperhatikan susunan kimia material dan
sifat-sifat inhibitor yang akan dilindungi metal dari korosi.
5. Masalah Heat Transfer
Adanya
endapan fosfat, silikat atau sulfat sebagai zat inhibitor secara berlebihan
pada permukaan alat penukar kalori, dapat menimbulkan masalah karena mengurangi
pertukaran panas sehingga mengurangi efisiensi alat tersebut. Maka dari itu
perlunya pemberian zat tidak berlebihan atau dipertahankan dalam batas minimum.
6. Pengaruh beracun
Pengaruh
beracun harus dipikirkan dari zat inhibitor terhadap panca indra. Maka dalam pemilihan
harus sangat hati-hati dan teliti. Serta perlakuan atau pemrosesan yang benar
akan mengurangi resiko ini.
7. Kehilangan inhibitor
Pada proses inhibition tidak akan efektif bila terjadi kehilangan zat sebelum
sempat berhubungan dengan permukaan metal atau sebelum terciptanya perubahan
yang dikehendaki. Suatu inhibitor akan menghilang karena pengendapan (presipitation), proses absorpsi dan
reaksi dengan komponen sistem yang dilindungi atau karena mudah larut atau
terlalu lambat pelarutannya. Misalnya proses pengendapan fosfat oleh ion
kalsium, reaksi antara kromat dan sulfida, proses adsorpsi zat inhibitor pada
butir padat yang mengembang (suspended
solid) dan penginjeksian zat inhibitor yang sulit larut tanpa bahan pelarut
(dispersing agent).
7.
Pengendalian Korosi
Korosi
tidak mungkin sepenuhnya dapat dicegah karena memang merupakan proses alamiah
bahwa semuanya akan kembali ke sifat asalnya. Asalnya dari tanah maka akan kembali ke tanah.
Hal ini adalah siklus alam yang akan terus terjadi selama kesetimbangan alam
belum tercapai. Namun demikian pengendalian dan pencegahan korosi harus tetap
dilakukan secara maksimal, karena dilihat dari segi ekonomi dan dari segi
keamanan merupakan hal yang tidak boleh ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja.
Pengendalian korosi harus
dimulai dari suatu perencanaan, pengumpulan data lingkungan, proses, peralatan
dan bahan yang dipakai serta pemeliharaan yang akan diterapkan. Adapun
metode-metode yang dilakukan dalam pengendalian korosi sebagai berikut:
1. Pengubahan
lingkungan
2. Pemilihan bahan
3.
Modifikasi rancangan
4. Teknik pelapisan
5. Proteksi
anodik dan katodik
·
Korosi Lingkungan Industri
Korosi dilingkungan
industri yang menggunakan bahan kimia seperti pada pembuatan H2SO4,
HNO, HCl dan sebagainya maka akan sangat korosif sekali. Yang akan terjadi di
sini dapat saja sejak mesin dan fasilitas lainya sehingga seringkali menimbulkan hal yang
fatal. Oleh karena itu pengendalian korosi di daerah ini adalah paling pelik
Tujuan pengendalian korosi dilingkungan Industri:
1.
Untuk menjaga, stabilitas, kelancaran dan mencapainya
tugas dari Industri itu sendiri
2.
Bahwa dengan pengendalian maka nilai ekonomis dari
seluruh Industri akan tidak menyusut secara dramatis.
Ø
HF bila tercampur air dan O2 juga
sangat korosif
Ø
SO2 di atas kelembaban relatif (±70%),
akan membentuk SO3 dan H2SO4
sangat koroasif pada logam.
Ø
NH3 dalam lembab sangat merusak pada
paduan tembaga, macam macam yang biasa adalah lingkungan Industri Cl2, Br2, dan J2
ternyata dalam udara lembab akan sangat korosif.
Pengendalian korosi dilingkungan Industri.
1)
Dipilih/ Dicari bahan logam untuk kontruksi yang paling
ekonomis tapi teknis masih dapat
dipertanggungjawabkAN.
2)
Dapat pula memilih bahan non logam seperti plastik
keramik beton dan sebagainya. Dengan tidak boleh melupakan kondisi kerjA.
3)
Memberi logam lindung yang tepat atau lapis lindung
lainya.
Didalam air terdapat beberapa unsur seperti oksigen
terlarut,sodium klorida,kalsium sulfat,kalsium karbonat,dan unsur kimia
lainnya.sebagian unsur-unsur yang terdapat didalam air merupakan ion – ion
agresif, sehingga kemungkinan besar akan terjadi suatu reaksi. Jika reaksi ini
terjadi pada logam, maka reaksi dinamakan korosi.
Langganan:
Postingan (Atom)